Sabtu, 06 Januari 2018

TUGAS KULIAH KESETARAAN GENDER DALAM HUKUM ISLAM

NAMA: SITI ULFAH
NMP: 15.02.1854
SMT/PRODI: V/AS
IAID CIAMIS
Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kesetaraan Gender dalam Hukum Islam
Dosen Pengampu Dr.Sumadi M.Ag
BIAS GENDER DALAM ISLAM, SEKSUALITAS DAN HUMOR DI LINGKUNGAN PESANTREN
Penelitian mengenai kesetaraan gender terutama di lingkungan pesantren merupakan salah satu yang luput dari perhatian. Di lingkungan pesantren jika diteliti menggunakan pendekatan feminis dan kesetaraan gender terlihat adanya bias gender. Pada zaman dulu pesantren hanya untuk laki-laki, namun dengan adanya kemajuan zaman, sekarang peantren bukan hanya bagi laki-laki namun bagi perempuan pula.
Pesantren merupakan lembaga nonformal yang mengkaji berbagai ilmu agama Islam. Diantanya ilmu fiqih, tafsir, tauhid, aqidah dan lain-lain. Dalam Islam kitab-kitab Fiqih karya Ulama terdahulu dianggap sebagai kitab berisi teks suci yang tidak memerlukan penafsiran kembali. sehingga jika di dalamnya terdapat bias gender baik terhadap laki-laki atau perempuan, akan tetap dipatuhi.
Humor merupakan salah satu media hiburan yang dianggap sepele, namun humor bisa menjadi salah satu alat interaksi yaitu untuk menyampaikan pendapat, kritikan, nasihat atau hanya hiburan saja. Di pesantren humor telah terlembagakan namun sayangnya banyak teks-teks yang mengeksploitasi seksulitas dan tubuh perempuan. Sehingga penghargaan terhadap kesetaraan gender kurang diperhatikan.
Dalam penelitian ini pesantren yang diteliti adalah pesantren salafiyah dan modern di Jawa Barat, diantaranya Pesantren A Hasan Ciamis, Pesan Al Hamidiyyah Langkaplancar Pangandaran, Pesantren Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalaya, Pesantren Miftahul Huda II Ciamis, Pesantren Ar-Risalah Cijantung, Pesantren Darussalam Ciamis, dan Pesantren Miftahul Ulum Ma’arif.
Kajian ini memfokuskan pada Islam dan seksualitas yang menjadi dasar pembentukan humor di pesantren. Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan kualitatif dengan perspektif feminis. Cara mendapatkan data-datanya yaitu dengan observasi, wawancara kepada agen-agen pesantren, sedangkan dokumentasi didapatkan dari buku-buku humor yang ada diterbitkan  tim yang bernama batscom (barudak comedi ) Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalaya.
Islam yang bias gender di pesantren ditandai dengan dominasi pemahaman Islam patriarki. Pemahaman patriarki masih mengakar di lingkungan pesantren. Relasi antara laki-laki dan perempuan dalam kitab-kitab di pesantren dianggap sebuah ketentuan baku dan tidak perlu disesuaikan dengan zaman. Laki-laki dianggap lebih mumpuni dalam hal intelektual, politik dan ilmu public lainya. Sedangkan perempuan cukup mendalami ilmu-ilmu privat saja.
Implikasinya secara hirarkis perempuan tidak mendapatkan tempat yang setara. Laki-laki dianggap lebih pantas menjadi pemimpin. Maka di pesantren-pesantren kepemimpinan secera otomatis turun temurun diserahkan kepada anak laki-laki. Hal ini menyebabkan terbatasnya gerak perempuan dalam masalah kepemimpinan.
Dalam budaya interaksi sosial, budaya pesantren mendefinisikan perempuan sebagai makhluk yang memiliki intelektual dan fisik lebih rendah dibandingkan laki-laki. Selain itu perempuan juga dianggap memiliki syahwat yang lebih besar dari pada laki-laki. Adanya anggapan ini secara tidak langsung menganggap bahwa kebutuhan utama perempuan adalah memuaskan nafsu seksnya.
Bias gender ini terjadi ketika laki-laki dianggap sebagai makhluk superior dan perempuan makhluk imperior. Kepemimpinan, waris, politik lebih pantas diemban oleh laki-laki. Perempuan cukup menjalankan tanggung jawab rumah tangga saja dan mematuhi segala perintah laki-laki. Bias gender ini juga bisa terlihat ketika membahas mengenai keilmuan, kepemimpinan, kekayaan politik kontekstualisasinya laki-laki. Sedangkan ketika membahas keta’atan, pengorbanan pasangan, kesabaran kontekstualisasinya perempuan.
Bias gender pada humor-humor di pesantren terlembaga dalam budaya pesantren yang disosialisasikan melalui interaksi sosial sehari-hari antara santri, guru, dan kiayi dalam pengajian-pengajian, ceramah umum, nasehat-nasehat seperti nasehat pernikahan.
Humor bagi pesantren merupakan sebuah bentuk ekspresi lucu sebagai alat memperkuat komunikasi dakwah dan pembelajaran Islam. Namun sangat disayangkan, setelah dilakukan pengkajian dengan pendekatan feminis, banyak teks-teks humor yang menunjukkan bias gender. Didalamnya banyak mengeksploitasi tubuh perempuan, stereotip terhadap perempuan, objektifikasi seksualitasndan domestifikasi terhadap perempuan.
Pengembangan diskursus Islam yang ramah perempuan harus dimuat dalam kurikulum pesantren yang terstruktur. Humor disusun tanpa mengkerdilkan perempuan dengan tidak menghargai kesetaraan gender di dalamnya.
(Sumadi, Islam dan Seksualitas Bias Gender dalam Humor Pesantren, 2017, El Harakah. Vol 19) Hlm: 21-40.
PENGEMBANGAN EPISTEMOLOGI FEMINIS DALAM KAJIAN ISLAM DI PERGURUAN TINGGI INDONESIA: Studi Kasus Program Studi Akhwal Syaikhsiyah Institut Agama Islam Darussalam Ciamis.
 Masalah pokok yang dibahas dalam kajian ini adalah pengembangan epistemologi berperspektif feminis dalam ranah akademis. Program Studi Ahwal Syaikhsiyah di perguruan tinggi Islam di Indonesia termasuk yang memiliki keeratan dengan internalisasi nila-nilai kesetaraan gender. Salah satu  pengembangan dilakukan oleh program studi Ahwal Syaikhsiyah Institut Agama Islam Darussalam Ciamis
Fakultas Syari’ah program studi Ahwal Syaikhsiyah Institut Agama Islam Darussalam (IAID) Ciamis menjadi salah program studi yang mengkaji hukum keluarga Islam dengan mendasarkan pada pengembangan epistemologi berperspektif feminis di Indonesia.
Kajian agama Islam menggunakan pendekatan feminis dengan alat analisisnya gender dianggap sebagai liberalisasi dalam keagamaan. Kontra atas pengembangan feminisme dalam pendekatan kajian Islam disebabkan oleh paradigma yang digunakan dalam proses pengembangan atmosfir akademik masih didominasi oleh cara pandang yang mengistimewakan laki-laki.
Kedua, Faktornya yang mendasar adalah sejarah panjang budaya akademik dalam kajian Islam masih merujuk sumber-sumber literatur dari abad pertengahan (abad VII-XIV). Perjalanan jaman di berbagai belahan dunia yang belum mengenal kesetaraan dan keadilan gender.
Ketiga, penguatan ideologi konservatif. Penguatan gerakan untuk menjaga nilai-nilai kemurnian agama berimplikasi pada penggiringan monotafsir atas ragam pandangan agama Islam.
Implikasinya hasil atmosfir akademik dan program-program penelitian lebih banyak memperkuat posisi laki-laki lebih superior dibanding dengan perempuan. Pemahaman realitas masalah, metodologi penelitian, dan nilai-nilai yang dikembangkan tidak mendorong pada pembentukan kondisi sosial masyarakat yang ramah terhadap perempuan.
Akar Pengembangan Epistemologi Feminis dalam Kajian Islam
Pengembangan epistemologi feminis yang dikembangkan dalam dunia akademik berakar pada gerakan politik aktivis perempuan yang memberikan kritik pada secara luas terhadap ilmu sosial pada tahun 1970an. Gerakan feminis masuk dalam ranah akademis dengan perjuangan mewujudkan konstruksi ilmu yang berdasar pada pengentasan ketertindasan perempuan.
Wacana gender mulai dikembangkan di Indonesia pada era 80-an, tapi mulai memasuki isu keagamaan pada era 90-an. Pengertian feminisme Islam mulai dikenal pada tahun 1990-an. Spirit menjadikan dunia akademik sebagai medan perjuangan mewujudkan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender telah menjadi kesadaran bagi perguruan tinggi Islam.
Pengembangan Epistemologi Feminis di Program Studi Ahwal Asyaikhsiyah
Epistemologi merupakan bagian penting dari prosedur dalam produksi ilmu pengetahuan. Dalam konteks ini epistemologi feminis merupakan sebuah tradisi akademik yang kritis. Epistemologi feminis merupakan epistemologi ilmu sosial utuk menguji relasi gender dengan kekuasaan. Asumsinya kekuasaan yang memproduksi ilmu pengetahuan. Oleh karena itu dalam pandangan feminis bahwa ilmu pengetahuan yang dikembangkan tidak bebas nilai.
Pengembangan epistemologi feminis di Program Studi Ahwal Asyaikhsiyah IAID Ciamis melalui berbagai program kegiatan.  Di antara program-program yang dijalankan adalah sebagai berikut:
  1.  Pendirian Pusat Studi Perempuan
  2. Pengembangan Kurikulum Berperspektif Gender
  3. Pembelajaran Kuliah Berperspektif Gender
  4. Pengembangan kapasitas dosen
  5. Pengembangan riset berperspektif feminis
Jalan Panjang Mendobrak Tatanan Akademis Patriarki
Program Studi Ahwal Syaiksiyah Fakultas Syari’ah merupakan program studi pertama sejak didirikannya Institut Agama Islam Darussalam Ciamis pada tahun 1970. Perguruan tinggi ini berada di naungan pondok pesantren Darussalam Ciamis.
Sejarah panjang kajian Islam yang mendasarkan pada perspektif patriarki menjadikan pengembangan perspektif feminis menghadapi sejumlah tantangan, di antaranya: pertama, masih terdapat generasi tua yang telah nyaman dengan ideologi yang dominan sehingga kesetaraan gender dianggap bertentangan dengan kaidah-kaidah Islam.
    Dalam dunia akademik epistemologi feminis masih mengalami marjinalisasi. Akan tetapi arah perubahan menuju tatanan ilmu pengetahuan Islam yang berkesetaran gender makin menuju titik pencerahanan. Dalam konteks ini, di Indonesia pengembangan epistemologi feminis dalam kajian Islam dengan tahapan sistematis dari mulai pengembangan perspektif kajian disiplin ilmu, kurikulum, pembelajaran, dan penelitian dengan perspektif feminis membuka ruang secara sistematis natural akademik mendobrak tatanan yang patriarki.

TUBUH PEREMPUAN MERUPAKAN TAWANAN PENJARA MEDIA, DALAM HAL INI PERLU ADANYA PEMBEBASAN
Tubuh sebagai subjek realitas (khalifah), seharusnya disadari bahwa tubuh ada, berada dan berbeda. Namun tubuh sebagai objek merupakan alat pertarungan bagi berbagai kepentingan ideologis. Bodyimage yang termediasi melalui media lewat berbagai konsumsi tanda dapat dilihat sebagai suatu gejalakematian manusia sebagai subjek. Tubuh diatur oleh media agar mencapai apa yang diinginkan. Ini sebagai tanda bahwa tubuh telah mati sebagai subjek.
Secara fisik tubuh adalah badan perseorangan yang terdiri dari sejumlah organ biologis atau dapat disebut juga sebagai keseluruhan jasad manusia. Seiring berjalannya waktu tubuh terus tumbuh dengan perawatannya. Konsumsi tubuh mempengaruhu pada pertumbuhan tubuh. tubuh Namun makna konsumsi tubuh bukan hanya pada makanan sebagai pengaruh pada pertumbuhan. Konsumsi menghadirkan makna yang lebih luas yaitu sebagai konsumsi tanda. Misalnya agar tubuh terlihat indah maka perlu kedisiplinan dalam pola makan dan perawatan seperti lulur, salon, dan olahraga.
Tubuh telah bergeser menjadi pagelaran dan makna, terutama tubuh perempuan. sebagai contoh harga mobil yang mahal biasanya terdapat foto perempuan yang tinggi, cantik dan seksi.ini menandakan bahwa tubuh perempuan dijadikan sebagai tanda harga pleh perusahaan.
Segala hal yang ada di tubuh atau melekat di tubuhperempuan selalu mampu memancing gairah, selera dan gaya. Gaya rambut, kuku, pinggang, dada merupakan pusat gairah yang biasa di pertontonkan melalui madia. Tubuh menjadi sarana sekaligus pusat kisah tentang demonstrasi dan perlawanan sebuah ideologi yang sengaja disampaikan, disamarkan atau disembunyikan melalui berbagai pesan simbolik.
Menurut catatan Rogers tubuh mengalami suatu eksploitasi sejak industri menjadi peradaban baru manusia pada era renaisans yang melahirkan modernitas. Tubuh manusia yang awalnya alami kini telah beralih menjadi tubuh sosial. Tubuh dijadikan sebagai konsumsi public dengan berbagai tujuan dan kepentingan di dalamnya.
Berbagai teknologi komunikasi massa seperti televisi dan internet bergerak bukan saja sebagai sarana penyebaran berbagai pesan, tetapi juga sebagai jembatan bagi lalu lintas ideologis. Saat ini media (baik media massa maupun media sosial) menjadi sektor yang paling berpengaruh dalam membentuk selera, hasrat dan gairah tubuh.
Konsumsi dalam arti yang paling netral tanpa muatan ideologis dapat dipahami sebagai suatu aktivitas membeli, memiliki, menggunakan,mengurangi atau menghabiskan nilai guna suatu barang atau jasa untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup.
Pergeseran makna konsumsi melalui berbagai interelasi yang menciptakan masyarakat konsumertersebut dijelaskan oleh Featherstone dengan menawarkan tiga perspektif utama mengenai budaya konsumer yaitu: budaya konsumer dilihat dari ekspansiproduksi komoditas kapitalis, perspektif budaya konsumer dilihat dari perspektif sosiologis dan perspektif budaya konsumer dilihat dariperspektif kepuasan psikis seperti kesenangan/kenikmatan emosional dari aktivitas konsumsi, hasrat atau khayalan budaya konsumer.
Masyarakat konsumsi merupakan tema penting yang digagas pemikir postmodernisme, Jean Baudrillard. Baudrillard membangun gagasannya tentang masyarakat konsumsi setelah menyingkap tabir relasi kuasa produksi, konsumsi, tanda dan media. Analisis semiologi Baudrillard menunjukkan adanya sistem tanda yang dibentuk oleh produsen dan perbedaan kelas pada populasi tertentu.
Body image merupakan bagian konsep diri tentang bentuk fisik. Hal ini menekankan bahwa body image sesungguhnya bukan tentang bentuk tubuh, tetapi cara seseorang melihat dan mengevaluasi bentuk tubuhnya.
Selanjutnya menurut Turner, dalam konteks demikian tubuh menjadi terkait dengan reproduksi, resolusi, representasi dan restraint. Pada reproduksi, tubuh bukanlah benda fisik berupa organ biologis. Tubuh adalah pasar berjalan, tempat berbagai benda dijajakan melalui suatu system pemaknaan budaya. Pada resolusi, tubuh adalah arena kepatuhan sosial. Pada konteks ini tubuh adalah prilaku sosial yang mencerminkan nilai sosial tertentu. Pada representasi, tubuh adalah cermin palsu suatu kehidupan yang hiper realitas.
Media merupakan salah satu faktor terbesar yang dianggap berpengaruh terhadap pembentukan tubuh ideal. Tubuh ideal bukan lagi tubuh yang menta’ati etika tubuh yang yang baik menurut peraturan media, terutama tubuh perempuan. Ada norma tubuh yang termediasi untuk body image dalam budaya masa ini, dani tu dikarakteristikkan oleh tubuh yang sangat kurus. Padahal media arus utama adalah sumber yang dicari perempuan untuk mengetahui informasi mengenai bagaimana mereka berbusana. Sehingga perempuan sebagai penikmat berat media arus utama, akan menempatkan tubuh kurus adalah tubuh ideal.
Melihat keadaan yang sangat miris, perlu adanya pembebasan tubuh perempuan dari penjara media, mengembalikan kembali tubuh yang menjadi objek kepada subjek lagi., yaitu menjadikan manusia sebagai subjek, Manusia sebagai subjek adalah manusia yang  berfikir (ilmu pengetahuan), menyeru pada kebaikan (humanisasi/emansipasi), mencegah pada kemungkaran (liberasi) dan beriman pada Allah Swt (transendensi). Empat dimensi tersebut merupakan jalan profetik membebaskan tubuh dari penjara media dan ancaman decentering of the subject.
(Iswandi Syahputra, Membebaskan Tubuh Perempuan dari Penjara Media, 2016, Musawa, Vol 2) Hlm: 157-180





Tidak ada komentar:

Posting Komentar