Sabtu, 13 Januari 2018

MAKALAH FILSAFAT HUKUM "PENGETAHUAN BIASA"


PENGETAHUAN “BIASA”, FILSAFAT DAN DI LSAFAT HUKUM
Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Hukum Islam
Dosen Pengampu : Ahmad Abdur Rohman, S.Fil.I., M.Hum.
                                                                                                                                





Description: Logo IAID
 













DisusunOleh :
1. Siti Ulfah
2. Ibrahim Nurjanah
3. Ade Ali Manshur Fuady
4. Emil Nurjamil Permana
5. Rima Siti Rohimah Joharoh N.



FAKULTAS SYARI’AH
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAID) CIAMIS
i



KATA PENGANTAR

            Puji beserta syukur penulis panjatkan ke dzat Allah yang mahaghafur. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercuralah limpahkan kepada junjunan alam yakni nabi besar Muhammad saw sebanyak bilangan manusia yang senantiasa berdzikir dan sebanyak bilangan manusia yang tidak pernah berdzikir.
Alhamdulilah dengan rahmat Allah makalah yang berjudul “PENGETAHUAN “BIASA”, FILSAFAT DAN DILSAFAT HUKUM” yang dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Hukum Islam telah terselesaikan walaupun dengan berbagai halangan dan keterbatasan.
 Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis umumnya bagi pembaca. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada bapak Ahmad Abdur Rohman, S.Fil.I., M.Hum. selaku dosen pengampu, juga semua pihak yang telah membantu hingga tersusunnya makalah ini.


Ciamis, 2017



Penyusun










ii


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I Pendahuluan ..................................................................................... 1
A.    Latar Belakang ................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah............................................................................. 1
BAB II Pembahasan..................................................................................... 2
A.    Pengertian Filsafat, Hukum dan Islam............................................. 2
B.     Objek Formal dan Materian Filsafat Hukum.................................... 3
C.     Perbandingan Filsafat dengan Pengetahuan Lain............................. 4
BAB III Kesimpulan.................................................................................... 5
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 6






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hukum Islam diyakini oleh umat Islam sebagai hukum yang bersumber pada wahyu Tuhan. Keyakinan ini didasarkan pada kenyataan bahwa sumber hukum dalam Islam adalah Al-Qur’an, Al-Sunnah, Ijma dan Qiyas. Allah SWT. Dan Rasulnya lazim disebut Al-Syar’I (pemberi hukum).
Pemahaman dan penafsiran terhadap sumber hukum Islam meniscayakan adanya penalaran yang sistematis dan logis. Pemahaman itu dapat berupa kosa kata dan kalimat yang tertulis dalam Al-Qur’an atau Hadits, dapat pula berupa upaya kontekstualisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam dua sumber hukum itu.
Selain pemahaman terhadap “naskah suci”, ahli hukum juga dimungkinkan untuk menggali dan menemukan hukum yang berakar pada masyarakatnya. Upaya ini dalam literature hukum Islam lazim disebut ijtihad.
Posisi dan fungsi wahyu Allah SWT. Di satu pihak dan akal manusia di pihak lain dapat dianalogikan dengan sebuah program komputer di satu pihak dan pengguna komputer di pihak lain. Keduanya saling berkaitan program computer harus jelas dan penggunanya harus kreatif maka keduanya akan saling berkesinambungan. Fungsi wahyu sama pentingnya dengan fungsi akal mujtahid dalam rangka menggali, memahami dan menetapkan hukum.
Dalam hal ini filsafat hukum Islam perlu di kaji agar dapat mengetahui bagaimana peranan akal dan wahyu dalam penetapan hikuk Islam.
B.     Rumusan Masalah
1.    Apa  pengertian Filsafat, Hukum dan Islam ?
2.    Apa saja objek formal dan material Filsafat Hukum?
3.    Bagaimana perbandingan Filsafat dengan pengetahuan lain?






BAB II
PEMBAHASAN
A.       Pengertian Filsafat, Hukum dan Islam
§  Filsafat
Istilah filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yakni: (Mustofa, 2007:9)
1.    Segi semantik: kata filsafat berasal dari bahasa Arab falsafah, dari bahasa Yunani Philosophia, yang berarti philos = cinta, suka (loving), dan sphia = pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran. Orang yang cinta terhadap pengetahuan disebut philosopher, dalam bahasa Arabnya disebut failasuf.  
2.    Segi praktis: dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti alam fikiran atau alam berfikir. Berfilsafat artinya berfikir. Namun tidak semuan berfikir berarti befilsafat. Berfilsafat adalah berfikir secara mendalam dan sungguh-sungguh.
Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Tegasnya: filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dab memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya.. dengan kata lain, filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakkat kebenaran segala sesuatu.
Beberapa definisi filsafat menurut para ahli: (Mustofa, 2007:10)
1.    Plato (427 SM – 347 SM), Filsuf Yunani murid Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli).
2.    Al Farabi (wafat 950 M), filsuf  Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina, mengatakan: Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
§  Hukum
Menurut E.Utrecht hukum adalah himpunan petunjuk hidup yang mengatur tata tertib dalam masyarakat dan seharusnya dita’ati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan oleh karena pelanggaran terhadap petunjuk hidup itu dapat menimbulkan tindakan dari pemerintah itu sendiri. (Yulis Tiena Masriani, 2008:6).
Hukum sebagai padanan kata dari istilah Jerman Recht, istilah Perancis Droit, dan istilah Italia Diritto diartikan sebagai tata perilaku yang mengatur manusia, dan merupakan tatanan pemaksa (http://ejournal.uajy.ac.id/7862/3/2MIH0121.pdf/09/2017).
Menurut Austin, hukum adalah yang dibebankan untuk mengatur makhluk berpikir, perintah mana dilakukan oleh makhluk berpikir yang memegang dan mempunyai kekuasaan. (http://ejournal.uajy.ac.id/7862/3/2MIH01201.pdf/09/2017).
Hukum adalah seperangkat norma atau kaidah yang berfungsi mengatur tingkah laku manusia dengan tujuan untuk ketentraman dan kedamaian di dalam masyarakat. (eprints.ung.ac.id/1735/5/2013-2-74201-271409150-bab2-10012014084704.pdf).
§  Islam
Islam menurut bahasa adalah Agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW berpedoman kitab suci Al Qur’an yang diturunkan kedunia melalui wahyu Allah SWT. (Dewan Redaksi, 2001:444)
Berbicara mengenai Islam tidak lepas dari kata agama, karena Islam adalah salah satu agama Samawi yang diturunkan melalui wahyu. Agama Islam adalah satu-satunya agama disisi Allah SWT yang diridhoi, Agama Islam juga mengatur berbagai dimensi hubungan manusia dalam menjalani aspek kehidupan, Ia mengajarkan bagaimana melakukan hubungan baik antara manusia dengan yang Kholiq, manusia dengan manusia dan manusia dengan makluk lainnya. Islam menurut istilah adalah Mengacuh pada agama yang bersumber pada wahyu yang datang dari Allah SWT, bukan berasal dari manusia. (http://digilib.uinsby.ac.id/8785/5/bab.202.pdf/09/217).
B.       Objek Formal dan Material Filsafat Hukum
Objek formal adalah sudut pandangan, cara memandang, cara mengadakan tinjauan yang dilakukan oleh seorang pemikir atau peneliti terhadap objek material serta prinsip-prinsip yang digunakannya. Objek formal suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu ilmu akan tetapi pada saat yang sama membedakannya dengan bidang-bidang lain. (elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/23487/7805423e13f11cdc5b5f7/09/2017)
Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran pemikiran (Gegenstand), sesuatu yang diselidiki atau sesuatu yang dipelajari. Objek material mencakup apapun baik hal yang konkrit (badan manusia, badan hewan, tumbuhan,batu, kayu, tanah) maupun hal yang abstrak (misalnya ide-ide, nilai-nilai, angka).

C.    Perbandingan Filsafat dengan Pengetahuan Lain
Tujuan filsafat adalah memberikan Weltanschauung (filsafat hidup). Weltanschauung mengajari manusia untuk menjadi manusia yang sebenarnya, yaitu manusia yang mengikuti kebenaran, mempunyai ketenangan fikiran, kepuasan, kemantapan hati, kesadaran akan arti dan tujuan hidup, gairah rohani dan keinsafan, setelah itu mengaplikasikannya dalam bentuk topangan atas dunia baru, menuntun kepadanya, mengabdi pada cita mulia kemanusiaan, berjiwa dan bersemangat universal, dan sebagainya. (Djamil, 1999:29)
Satu-satunya alat  yang  yang digunakan filsafat adalah akal. Akal merupakan satu bagian dari rohani manusia. Keseluruhan rohani-perasaan, akal, intuisi, pikiran, dan naluri tentunya lebih ampuh dari pada sebagian daripadanya. Sedangkan keseluruhan rohani itu sendiri, merupakan bagian dari manusia. Manusia merupakan makhluk yang tidak sempurna. Sebuah intuisi yang tidak sempurna tidak dapat mencapai kebenaran yang sempurna, kecuali apabila mendapat uluran tangan dari Yang Maha Kuasa.(Djamil, 1999:29)
Dalam Ensiklopedia Indonesia dinyatakan bahwa secara epistimologi setiap pengetahuan manusia merupakan kontak dari dua hal, yaitu obyek dan manusia sebagai subyek. Dengan demikian secara sederhana, pengetahuan merupakan kontak antara manusia sebagai subyek dengan obyek yang berupa berbagai permasalahan yang merasuk dalam fikiran manusia.
Sedangkan kata ilmu pengetahuan menurut Ensiklopedia Indonesia adalah suatu sistem dari berbagai pengetahuan mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu yang disusun sedemikian rupa, menurut asas-asas tertentu, sehingga menjadi satuan,suatu sistem dari berbagai pengetahuan didapatkan sebagai hasil pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode tertentu (induksi,deduksi). (Djamil, 1999:26)
Kesimpulannya jika filsafat dibandingkan dengan pengetahuan lain,  dilihat dari sudut pandang kajiaanya, filsafat lebih umum dan bisa masuk ke setiap pengetahuan yang ada. Namun sebelumnya harus dibedakan antara pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Hubungannya adalah setiap ilmu pengetahuan bisa jadi pengetahuan tapi tidak setiap pengetahuan merupakan ilmu pengetahuan.
BAB III
KESIMPULAN
Filsafat merupakan sebuah ilmu yang dalam kajiannya menggunakan ligika atau akal. Mulai dari filsafat umum, filsafat ilmu, filsafat hukuk dan filsafat-filsafat lainnya. Filsafat ini bersifat universal sebab dapat masuk kesemua cabang ilmu pengetahuan.
Salahsatu tujuan dikajinya filsafat adalah agar manusia cinta kebijaksanaan, maksudnya manusia lebih bijaksana dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupannya.
Islam merupakan salah satu agama samawi, yaitu agama yang diturunkan melalui wahyu. Islam adalah satu-satunya agama yang diridhoi Allah STW. Dalam Islam terdapat hukum atau syari’at untuk mengatur para penganutnya, agar mereka ada di jalan yang benar.





















Daftar Pustaka
Djamil, Fathurrahman. (1999). Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Cet III.
Mustofa, A. (2007). Filsafat Islam. Bandung: CV Pustaka Setia. Cet III.
Masriani, Yulis Tiena. (2008). Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Dewan Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Dep. Pendidikan Nasional. Edisi III.
elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/23487/7805423e13f11cdc5b5f7.pdf/09/2017.
eprints.ung.ac.id/1735/5/2013-2-74201-271409150-bab2-10012014084704.pdf/09/2017.











  

















Kamis, 11 Januari 2018

MAKALAH ANJURAN MENIKAH

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan atas Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat dan sekalian umatnya yang bertakwa. Atas berkat rahmat serta inayah Allah jualah penulis telah dapat menyelesaikan makalah yang berjudul : “Anjuran Nikah Dan Memilih Pasangan”. Adapun penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah HADITS AHKAM II Program S1 Fakultas Syariah Prodi Al-Ahwal Al-Sakhsiyyah.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak menutup kemungkinan apabila masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Dengan lapang dada penulis menerima saran dan kritiknya demi untuk menambah wawasan. Trimakasih juga kepada dosen pembimbing mata kuliah ini bapak Helmi Maulana ,S.Th.I.,M.Pd.I yang telah membimbing kami. Semoga makalah ini mendatangkan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi rekan-rekan semua pada umumnya. Amin…















                                                                              Ciamis15 September 2017



Penulis














DAFTAR ISI

Kata Pengantar - 1
Daftar Isi - 2
Bab I. Pendahuluan - 3
A. Latar Belakang  - 3
B. Rumusan Masalah -3
Bab II. Pembahasan - 4
1. Anjuran Nikah – 4
A. Unsur Hadits dan Kualitas Hadits -4
B. Ma’anil Hadits -4
C. Penjelasan -5
2. Memilih Pasangan -5
A. Unsur Hadits dan Kualitas Hadits -6
B. Ma’anil Hadits -6
C. Penjelasan -7
D. Kontektualisasi -10
Bab III. Penutup - 11
A. Kesimpulan -11
B. Saran -11
Daftar Pustaka  – 13





























BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar belakang
Menikah memiliki amanah yang sangat besar amanat dunia dan akhirat. Oleh sebab itu, memilih dan memilah pasangan hidup juga merupakan hal yang harus benar-benar diperhatikan tidak boleh asal-asalan. Agama  telah memberikan setandar dan petunjuk tentang cara mencari atau memilih pasangan hidup yang tepat.
Muslim atau Muslimah dalam memilih calon istri atau suami tidaklah mudah tetapi membutuhkan waktu. Karena kriteria memilih harus sesuai dengan syariat Islam. Orang yang hendak menikah, hendaklah memilih pendamping hidupnya dengan cermat, hal ini dikarenakan apabila seorang Muslim atau Muslimah sudah menjatuhkan pilihan kepada pasangannya yang berarti akan menjadi bagian dalam hidupnya. Wanita yang akan menjadi istri atau ratu dalam rumah tangga dan menjadi ibu atau pendidik bagi anak-anaknya demikian pula pria menjadi suami atau pemimpin rumah tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi (memberi nafkah) bagi anak istrinya. Maka dari itu, janganlah sampai menyesal terhadap pasangan hidup pilihan kita setelah berumah tangga kelak.
Setelah kita mengetahui tentang tujuan menikah maka Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk berhati-hati dalam memilih pasangan hidup karena hidup berumah tangga tidak hanya untuk satu atau dua tahun saja, akan tetapi diniatkan untuk selama-lamanya sampai akhir hayat kita.






B. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah anjuran menikah menurut islam?
2. Bagaimanakah anjuran menikah menurut Al-Quran dan Al-Hadits?
3. Bagaimanakah kriteria memilih calon suami atau istri menurut islam?
4. Bagaimanakah kriteria memilih calon suami?
5. Bagaimanakah kriteria memilih calon istri?
















BAB II
PEMBAHASAN

ANJURAN NIKAH DAN MEMILIH PASANGAN

1.    Anjuran Nikah
A. Unsur Hadits dan Kualitas Hadits
1. Sanad 
Dari Musnad dari Abu Ayyub Radhiyallahu anhu, ia menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
2. Matan

أَرْبَعٌ مِنْ سُـنَنِ الْمُرْسَلِيْنَ: اَلْحَيَـاءُ، وَالتَّعَطُّرُ، وَالسِّوَاكُ، وَالنِّكَاحُ.
3. Rawi 
At-Tirmidzi dari Abu ayyub dari Raasulullah SAW
B. Ma’anil Hadits
1. Terjemah 
Artinya: “Ada empat perkara yang termasuk Sunnah para Rasul: rasa-malu, memakai wewangian, bersiwak, dan menikah."(HR. At-Tirmidzi: 1086)
2. Makna atau analisis hadits
Firman Allah:
Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (Q.S. An-Nisaa’: 1)

حديث عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ عَلْقَمَةَ، قَالَ: كُنْتُ مَعَ عَبْدِ اللهِ فَلَقِيَهُ عُثْمَانُ بِمِنًى، فَقَالَ: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمنِ إِنَّ لِي إِلَيْكَ حَاجَةً، فَخَلَيَا فَقَالَ عُثْمَانُ: هَلْ لَكَ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمنِ فِي أَنْ نُزَوِّجَكَ بِكْرًا تُذَكِّرُكَ مَا كُنْتَ تَعْهَدُ فَلَمَّا رَأَى عَبْدُ اللهِ أَنْ لَيْسَ لَهُ حَاجَةٌ إِلَى هذَا، أَشَارَ إِلَيَّ، فَقَالَ: يَا عَلْقَمَةُ فَانْتَهَيْتُ إِلَيْهِ وَهُوَ يَقُولُ: أَمَا لَئِنْ قُلْتَ ذَلِكَ، لَقَدْ قَالَ لَنَا النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالْصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
أخرجه البخاري في: 67 كتاب النكاح: 2 باب قول صلى الله عليه وسلم: من استطاع منكم الباءة فليتزوج
Artinya: “Alqamah berkata: Ketika aku bersama Abdullah bin Mas'uud di Mina tiba-tiba bertemu dengan Usman, lalu dipanggil: Ya Aba Abdirrahman, saya ada hajat padamu, lalu berbisik keduanya: Usman berkata: Ya Aba Abdirrahman, sukakah anda saya kawinkan dengan gadis untuk mengingatkan kembali masa mudamu dahulu. Karena Abdullah bin Mas'uud tidak berhajat kawin maka menunjuk kepadanya dan dipanggil: Ya Alqamah, maka aku datang kepadanya, sedang ia berkata: Jika anda katakan begitu maka Nabi saw. bersabda kepada kami: Hai para pemuda siapa yang sanggup (dapat) memikul beban perkawinan maka hendaklah kawin, dan siapa yang tidak sanggup maka hendaknya berpuasa (menahan diri) maka itu untuk menahan syahwat dari dosa”. (Bukhari, Muslim).[1]
حديث أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه، قَالَ: جَاءَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا، فَقَالُوا: وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ؛ قَالَ أَحَدُهُمْ: أَمَّا أَنَا فَإِنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا؛ وَقَالَ آخَرُ: أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلاَ أُفْطِرُ؛ وَقَالَ آخَرُ: أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلاَ أَتَزَوَّجُ أَبَدًا
فَجَاءَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فَقَالَ: أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا؛ أَمَا وَاللهِ إِنِّي لأَخْشَاكُمْ للهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ؛ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
أخرجه البخاري في: 67 كتاب النكاح: 1 باب الترغيب في النكاح
Artinya: “Anas bin Malik r.a. berkata: Datang tiga orang ke rumah isteri Nabi saw. untuk menanyakan ibadat Nabi saw. kemudian sesudah diberitahu mereka anggap sedikit, tetapi mereka lalu berkata: Di manakah kami jika dibanding dengan Nabi saw. yang telah diampuni semua dosanya yang lalu dan yang akan datang. Lalu yang satu berkata: Saya akan bangun semalam suntuk salat untuk selamanya. Yang kedua berkata: Aku akan puasa selama hidup dan tidak akan berhenti. Ketiga berkata: Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan kawin untuk selamanya.Kemudian datang Nabi saw. bertanya kepada mereka: Kalian telah berkata begini, begitu; Ingatlah demi Allah akulah yang lebih takut kepada Allah daripada kalian, dan lebih taqwa kepada Allah, tetapi aku puasa dan berbuka (tidak puasa), salat malam dan tidur, dan kawin dengan wanita,maka siapa tidak suka kepada sunnahku, bukan dari ummatku”. (Bukhari, Muslim).[2]
 Firman Allah:
Artinya: “Dan segala sesuatu Kami jadikan berjodoh-jodohan, agar kamu sekalian mau berpikir.” (Adz-Dzariat: 49)

C. Penjelasan 
1. Penjelasan lain dari berbagai sumber
1. Larangan Membujang 
Arti tabattul (membujang), imam an-nawawi ra berkata: “tabattul disini ialah menjauhkan diri dari wanita dan tidak menikah karena ingin terus beribadah kepada Allah swt”
Suatu saat manusia berkhayal untuk hidup membujang dan menjauhkan diri dari masalah duniawi, hidup hanya untuk shalat malam, berpuasa dan tidak mau kawin selamanya sebagai hidupnya seorang pendeta yang menyalahi tabi’at (naluri) manusia sehat. Islam memperingatkan bahwa hidup semacam itu berlawanan dengan fitrah dan menyalahi ajaran Agama. Karena Nabi saw. sebagai seorang yang paling takut dan bertaqwa kepada Allah, masih tetap berpuasa dan berbuka, shalat malam dan tidur serta kawin pula. Dan orang yang mau menyalahi tuntunan ini tidaklah patut digolongkan sebagai umat beliau yang baik.

حدثنا أبو مروانا محمد بن عثمان العثماني، قال: حدثنا إبراهيم بن سعد، عن الذهري، عن سعيد  بن المسيب، عن سعيد: قال: لقد رد رسول الله صلى الله عليه وسلم على عثمان بن مظعون التبتل، ولو أذن له، لاختصينا.
Artinya: “Dari Sa’ad Bin Abu Waqqash, ia berkata, “Sungguh Rasulullah SAW telah melarang utsman untuk membujang. Seandainya beliau mengizinkan, tentu kami akan mengebiri”.[3]
 Firman Allah:
Artinya: “dan sesungguhnya kami telah mengutus beberapa rasul sebelummu dan kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan..” (Q.S. Ar-Ra’d: 38)

2. Memilih Pasangan
Keluarga adalah bentuk dari miniatur masyarakat. Dimana didalamnya kita bisa belajar untuk menjadi masyarakat yang baik. Didalam keluarga kita belajar menjadi pemimpin adil dan bijaksana, belajar menjadi guru, dll. Didalam Agama Islam suatu keluarga harus didahului oleh suatu ikatan yang sering disebut dengan pernikahan melalui Ijab Qobul. Pernikahan itu merupakan upacara yang suci yag harus dihadiri oleh kedua calon pengantin. Harus ada penyerahan dari pihak pengantin putri (Ijab) dan harus ada penerimaan dari pihak pengantin putra atau disebut juga dengan Qobul[4]. Peristiwa bersejarah ini sudah diatur di dalam agama Islam.
Banyak ayat-ayat Al-Quran yang membahas tentang pernikahan dan hal-hal yang terkait dengan pernikahan. Begitu pula dengan hadist-hadist Nabi banyak yang membahas tentang masalah pernikahan dan hal-hal yang terkait dengan pernikahan.  Tetapi sebelum menanjak kepada masalah pernikahan biasanya 2 orang (sepasang kekasih) saling Ta’arufan (pacaran) terlebih dahulu. Biasanya ini dilakukan untuk saling mengenal satu dengan yang lainnya.
Di dalam Islam sendiri diajarkan tentang kriteria untuk memilih pasangan. Baik itu untuk laki-laki maupun perempuan. Tetapi kebanyakan hadist menjelaskan tentang kriteria-kriteria perempuan yang  “baik” untuk di nikahi. Hadist yang terkait dengan hal ini adalah hadist berikut:
A. Unsur Hadits dan Kualitas Hadits
1. Sanad 
Dari Musadad dari Yahya dari Abdullah dari Sya’id bin Abi Sya’id dari Ayahnya dari Abi Hurairoh Radhiallahu anhu dari Rasulullah SAW. 
2. Matan

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَات الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ[5]

3. Rawi 
Diriwayatkan oleh beberapa perawi hadis yang masyhur di antaranya adalah Imam Bukhori.
4. Derajat hadits atau Kualitas Hadis
Hadis di atas adalah hadist yang masyhur di kalangan masyarakat awam. Dalam Kutubus Tsittah sendri terdapat sekitar 8 kali disebutkan. Dengan rincian dalam kitab Shohih Bukhori terdapat 1 kali, dalam Shohih Muslim terdapat 2 kali, dalam Sunan Abu Dawud 1 kali, Sunan Turmudzi 1 kali, dalam Sunan Nasai 2 kali dan dalam Sunan Ibnu Majah terdapat 1 kali[6]. Dari beberapa kitab yang menyebutkan Hadis ini ataupun dari masing-masing kitab terdapat perbedaan pada Sanad Hadist. Namun secara maknanya sama. Menimbang dari runtutan Sanad dari hadist-hadist tersebut dan perawinya maka bisa disimpulkan bahwa hadist tersebut adalah hadist shohih. Ini di dukung pula dengan tidak ada keterangan yang menyebutkan bahwa hadist tersebut hadist Dhoif. Hadis ini pun memenuhi syarat untuk katagori hadist shohih.

B. Ma’anil Hadits
1. Terjemah
Artinya “ Di ceritakan Musadad, diceritakan Yahya dari ‘abdulloh berkata bercerita kepadaku Sa’id Ibn Abi Sa’id dari Abi Hurairah ra bahwasanya Nabi saw bersabda wanita dinikahi karena empat perkara. Pertama hartanya, kedua kedudukan statusnya, ketiga karena kecantikannya dan keempat karena agamanya. Maka carilah wanita yang beragama (islam) engkau akan beruntung.”[7]
2. Makna atau analisis hadits
Memilih jodoh yang “baik” adalah langkah awal untuk memulai membina rumah tangga yang diridhoi Alloh.  Dalam memilih calon pendamping kita perlu cermat dan memakai kriteria yang benar, agar mendapatkan pasangan yang baik dan sesuai. Namun hal ini memang gampang-gampang susah.
Pasangan hidup yang menjadi jodoh memang merupakn urusan Tuhan dan sudah menjadi taqdir-Nya. Tetapi sebagai hamba yang baik kita tidak bisa diam saja menunggu jodoh itu datang. Kita diwajibkan mencari dan memilih pasangan sesuai dengan aturan syar’i. Para pencari jodoh sebaiknya selain rasa cinta biasanya tidak terlepas dari 4 unsur yang telah disebutkan diatas.
1. Karena hartanya
2. Karena nasabnya
3. Karena kecantikannya
4. Karena agamanya.
Keempat kriteria di atas bukan lah unsur yang wajib ada, karena semua manusia di dunia ini tidak ada yang sempurna, tetapi 4 kriteria di atas adalah hal-hal pokok yang sangat menentukan hasil akhir. Dan ke empat unsur diatas adalah hal yang sangat ideal.
C. Penjelasan
1. Syarah Hadist
تربت يدك(engkau akan beruntung) secara tidak langsung merupakan doa dan dorongan untuk menjadi kaya, namun jangan melupakan agamanya.
Sedangkan untuk kata لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَاakan lebih di terangkan dalm pembahasan tentang muhasabah hadist.
2. Hadist-hadist Lain atau penjelasan lain yang mendukung dari berbagai sumber
Dalam menghubungkan hadist di atas saya akan kaitkan dengan beberapa hadist tentang memilih pasangan. Pertama akan dikaitkan dengan memilih calon istri yang baik :
a)      Baik Akhlaknya (sholihah)
2668- حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ الْهَمْدَانِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ حَدَّثَنَا حَيْوَةُ أَخْبَرَنِي شُرَحْبِيلُ بْنُ شَرِيكٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيَّ يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِاللَّهِ بْنِ عَمْرٍوانَّ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَاالْمَرْأَةُ الصَّالِحَة
“Dunia adalah hiasan, dan sebaik-baik hiasan dunia adalah wanita Sholehah”(Al-Hadist riwayat muslim)[8].
“……. tiada kemanfaatan bagi orang mukmin setelah taqwa kepada Alloh ‘Aza wa Jalla selain istri yang sholihah…..” (hadis riwayat At-turmudzi).[9]
“Empat hal yang apabila diberikan kepada seseorang, berarti orang tersebut benar-benar memperoleh kebahagian dunia Akhirat, yaitu hati yang senantiasa bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir, tubuh yang senantiasa bersabar menghadapi musibah, dan Istri yang tak pernah menghianati suami, baik bagi dirinya maupun harta suaminya.” (Al-Hadis riwayat At-Turmudzi dan Ibn Hibban). 

b)     Menikah Dengan Perawan
3746 – حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ أَخْبَرَنَا عَمْرٌو عَنْ جَابِرٍ قَالقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ نَكَحْتَ يَا جَابِرُ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ مَاذَا أَبِكْرًا أَمْ ثَيِّبًا قُلْتُ لَا بَلْ ثَيِّبًا قَالَ فَهَلَّا جَارِيَةً تُلَاعِبُكَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبِي قُتِلَ يَوْمَ أُحُدٍ وَتَرَكَ تِسْعَ بَنَاتٍ كُنَّ لِي تِسْعَ أَخَوَاتٍ فَكَرِهْتُ أَنْ أَجْمَعَ إِلَيْهِنَّ جَارِيَةً خَرْقَاءَ مِثْلَهُنَّ وَلَكِنْ امْرَأَةً تَمْشُطُهُنَّ وَتَقُومُ عَلَيْهِنَّ قَالَ أَصَبْتَ
“Di ceritakan kepada kami Qutaibah, diceritakan kepada kami Sufyan, mengabarkan kepada kami ‘Amru dari Jabir berkata, bahwa Rasululloh saw berkata : “ Apakah kamu baru menikah wahai jabir? Saya menjawab: ya Ya Rasulalloh.
Rosulloh berkata : Perawan atau janda?
Saya menjawab : janda
Beliau berkata : Alangkah baiknya kamu menikahi perawan, kamu dapat bermain-main bersamanya?
Saya menjawab : Mereka, bagiku adalah merupakan saudara. Jadi saya khawatir terjadi campur antara aku dan mereka. (HR. Imam Bukhori) 
Inti dari hadits ini adalah dalam memilih jodoh hendaknya yang masih perawan karena memiliki beberapa kelebihan, diantaranya ialah:
1. Lebih manis tutur katanya
2. Lebih banyak keturunannya
3. Lebih kecil kemungkinan berbuat makar terhadap suaminya
4. Lebih bisa menerima pemberian yang sedikit dari suami
5. Lebih mesra ketika diajak bercanda. 

c)      Menikahi Wanita Merdeka
1852 – حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا سَلَّامُ بْنُ سَوَّارٍ حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ سُلَيْمٍ عَنْ الضَّحَّاكِ بْنِ مُزَاحِمٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ أَرَادَ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ طَاهِرًا مُطَهَّرًا فَلْيَتَزَوَّجْ الْحَرَائِرَ
“Di ceritakan kepada kami Hisyam bin ‘Ammar, mewartakan kepada kami Sallam bin Sawwar, menceritakan kepada kami Katsir bin Salim dari Adh-Dhahak bin Mujahim, dia berkata : saya mendengar anas bin Malik mengatakan, saya mendengar Rosulalloh saw bersabda : “barang siapa yang mau menghendaki Alloh dalam keadaan suci dan disucikan, maka hendaklah dia mengawini wanita merdeka. (HR. Imam ibn Majah) 

d)      Cantik Parasnya
1847– حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي الْعَاتِكَةِ عَنْ عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ عَنْ الْقَاسِمِ عَنْ أَبِي أُمَامَةعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ مَا اسْتَفَادَ الْمُؤْمِنُ بَعْدَ تَقْوَى اللَّهِ خَيْرًا لَهُ مِنْ زَوْجَةٍ صَالِحَةٍ إِنْ أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ وَإِنْ نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ وَإِنْ أَقْسَمَ عَلَيْهَا أَبَرَّتْهُ وَإِنْ غَابَ عَنْهَا نَصَحَتْهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِه
”Tidak ada keberuntungan bagi seorang mukmin setelah bertaqwa kepada Alloh kecuali memiliki seorang istri yang Sholih. Yang bila disuruh, menurut dan bila di pandang menyenangkan, dan bila janji menepati, dan bila ditinggal pergi bisa menjaga diri dan harta suaminya.” (HR. Ibnu Majah) 

e)      Subur Peranakannya
أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ خَالِدٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ قَالَ أَنْبَأَنَا الْمُسْتَلِمُ بْنُ سَعِيدٍعَنْ مَنْصُورِ بْنِ زَاذَانَ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ قُرَّةَ عَنْمَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالجَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي أَصَبْتُ امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ وَمَنْصِبٍ إِلَّا أَنَّهَا لَا تَلِدُ أَفَأَتَزَوَّجُهَا فَنَهَاهُ ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَنَهَاهُ فَقَالَ تَزَوَّجُوا الْوَلُودَ الْوَدُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ
“Rasulalloh bersabda nikahkan lah kaum sekalian kepada wanita yang banyak anak, sebab sesungguhnya aku berbangga akan banyaknya kalian(umat yang banyak).(HR. Imam ibn Majah, An-Nasai, Abu Dawud) 

f)    Kekayaan
3173 – أَخْبَرَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو تُمَيْلَةَ عَنْ حُسَيْنِ بْنِ وَاقِدٍ عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَال .قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَحْسَابَ أَهْلِ الدُّنْيَا الَّذِي يَذْهَبُونَ إِلَيْهِ الْمَالُ
Dikabarkan kepada kami Ya’kub ibn Ibrahim, berkata diceritakan kepada kami Abu Tumailah dari Husain ibn Waaqid dari ibn Buraidah dari bapakku berkata, Rasulullah SAW bersabda:”Sesungguhnya diantara keutamaan dunia yang paling kamu senangi adalah harta.”(HR. Imam Nasai) 

g)      Berasal dari keturunan baik-baik
Faktor tambahan yang tidak kalah penting yang perlu dimiliki oleh seorang yang hendak menikah adalah harus mengetahui garis keturunan masing-masing, maksudnya dimana ia hidup, ditempat seperti apa, rumah, dan lingkungan yang seperti apa pula. Hal ini bisa dipakai sebagai pertimbangan kedepannya untuk meneruskan ke jenjang yang lebih serius lagi. Sebagai contoh, seorang wanita yang dibesarkan di dalam lingkungan yang buruk akan besar dengan harta dan kebiasaan yang haram dan buruk dan diasuh di dalam keluarga yang tak mau dipusingkan oleh kemunkaran dan hal-hal yang haram. Wanita itu lalu terdidik dalam suasana kejelekan moral dan akhlak walaupun wajah maupun penampilannya menarik. 

h)     Bukan dari keluarga dekat

Faktor lain yang diminta dari seorang wanita sebagai calon istri adalah bahwa dia berasal dari keluarga lain atau wanita asing yang terhormat. Aturan semacam ini mengandung beberapa keuntungan diantaranya:
§ Syahwat dan keinginan terhadapnya semakin besar
§ Turut membina kekokohan jalinan sosial
§ Apabila suami istri terpaksa bercerai karena suatu sebab, tidak akan menimbulkan keretakan yang terlalu parah antara kedua keluarga besar
§ Anak hasil perkawinan tersebut akan memiliki tubuh yang lebih kuat dan kecerdasaan yang lebih baik.

D. Kontektualisasi
Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi dapat juga dipandang sebagai salah satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum yang lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang lainnya. Faedah yang terbesar dalam pernikahan adalah untuk memelihara dan menjaga perempuan yang bersifat lemah itu dari kebinasaan, sebab seorang perempuan, apabila ia sudah menikah maka biayanya wajib ditanggung oleh suaminya. 
Pernikahan juga merupakan sarana terbesar untuk memelihara manusia agar tidak terjatuh ke dalam perkara yang diharamkan Allah swt, seperti zina, liwath (homoseksual) dan lainnya. 
sebaiknya menjadi perhatian bahwa tidak semua orang dapat mengatur rumah tangga dan tidak semua orang dapat diserahi kepercayaan mutlak, sebagai teman karib yang akan saling membela untuk selama-lamanya. Maka sebelum, kita mengutarakan maksud yang terkandung di hati, sebaiknyalah kita selidiki lebih dahulu, akan terdapat persesuaian paham, atau tidakkah setelah bergaul. Nabi saw telah memberi petunjuk tentang sifat-sifat perempuan yang baik diantaranya, yaitu:
a.    Yang beragama dan menjalankannya
b.    Keturunan orang yang subur
c.    Yang masih perawan
Membujang tidak dianggap perilaku yang baik dalam Islam atau merupakan cara untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah seperti yang dilakukan oleh agama lain: Kristen, Budha dan Jainisme, dan lain-lain.
Tujuan perkawinan dalam Islam, secara luas adalah
1.     Merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan emosi dan seksual yang sah dan benar
2.     Suatu mekanisme untuk mengurangi ketegangan  
3.     Cara untuk memperoleh keturunan yang sah
4.     Memduduki fungsi sosial
5.     Mendekatkan hubungan antàr keluarga dan solidaritas kelompok merupakan perbuatan menuju ketaqwaan
6.     Merupakan suatu bentuk ibadah, yaitu pengabdian kepada allah mengikuti sunnah rasulullah saw. 
Agama Islam menetapkan bahwa untuk membangunkan rumah tangga yang damai dan teratur, itu haruslah dengan perkawinan dan aqad nikah yang sah, serta diketahui oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi, bahkan dianjurkan supaya diumumkan kepada tetangga dan karib kirabat dengan mengadakan pesta perkawinan (walimah).
Dengan demikian terpeliharalah keturunàn tiap-tiap keluarga dan mengenal tiap-tiap anak akan bapanya, terjauh dan bercampur aduk antara satu keluarga dengan yang lain atau anak-anak yang tak kenal dengan ayahnya. Lain dari pada itu kehidupan laki-laki dan isteri dengan keturunannya turun-temurun adalah berhubung rapat dan bersangkut-paut bahkan bertali-temali, laksana rantai yang sama kuat dan tak ada putusnya.








BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Menikah merupakan suatu kewajiban yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw, gunanya untuk menghindarkan kita kepada jalan kemaksiatan. Menikah juga merupakan sarana untuk memperoleh keturunan. Perkawinan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.
Membujang tidak dianggap perilaku yang baik dalam Islam atau merupakan cara untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah seperti yang dilakukan oleh agama lain: Kristen, Budha dan Jainisme, dan lain-lain.

Tujuan perkawinan dalam Islam, secara luas adalah :
1.     Merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan emosi dan seksual yang sah dan benar.
2.     Suatu mekanisme untuk mengurangi ketegangan.
3.     Cara untuk memperoleh keturunan yang sah.
4.     Memduduki fungsi social.
5.     Mendekatkan hubungan antàr keluarga dan solidaritas kelompok merupakan perbuatan menuju ketaqwaan.
6.     Merupakan suatu bentuk ibadah, yaitu pengabdian kepada allah mengikuti sunnah rasulullah saw.

Kriteria memilih calon suami atau istri menurut islam adalah setiap muslim yang ingin beruntung dunia akhirat hendaknya mengidam-idamkan sosok suami dan istri dengan kriteria sebagai berikut diantaranya:
1.     Taat kepada Allah dan Rasul-Nya
2.     Al Kafa’ah (Sekufu)
3.     Menyenangkan jika dipandang
4.    Subur (mampu menghasilkan keturunan)

Dari makalah di atas, dapat disimpulkan bahwa menikah adalah anjuran nabi SAW. Banyak hikmah yang dipetik dari ikatan perkawinan. Namun, banyak faktor pula yang menjadikan pernikahan berjalan dengan indah sehingga terjalinnya keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Salah satu yang mempengaruhinya adalah tergantung dalam memilih jodoh. Banyak hadits-hadits yang berkaitan dalam memilih jodoh dan yang paling terkenal adalah hadits tentang empat kriteria memilih pasangan hidup yang ideal yaitu karena hartanya, karena nasabnya, karena kecantikannya, dan karena agamanya, dan sebaik-baik pilihan adalah yang baik agamanya. Walaupun masih banyak kriteria yang lainnya untuk menghindari dari penyesalan.
B.Saran
            Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kekurangannya, maka dari itu penulis mengharapkan masukan dari berbagai pihak yang mendukung untuk perbaikan makalah ini, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih

[1] Kitab Shahih Bukhari pdf Jilid 3 Hadits ke 5066
[2] Kitab Shahih Bukhari pdf Jilid 3 Hadits ke 5063
[3] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Al-Ma’arif, Bandung, 1993, hal. 6
[4] Muhammad Fu’ad Abdul Baqi. Al Lu’lu’ Wal Marjan. PT Bina Ilmu. Surabaya. Hal: 477
[5] Di dalam Kutubustittah disebutkan sebanyak 8 kali.
[6] Shohih bukhori
[7] Muhammad Fu’ad Abdul Baqi. Al Lu’lu’ Wal Marjan. PT Bina Ilmu. Surabaya. Hal: 478
[8] Ibid. Hlm 25
[9]Dalam Az-Zawa-id : isnadnya dho’if, lantaran dzo’ifnya Ibnu Katsir bin Salim, Sallam yaitu bin Sulaiman bin Suwwar, oleh Ibnu ‘Adiy dikatakan bahwa dia mempunyai banyak Hadist Mungkar. Dan Al-‘Aqiliy berkata : Hadistnya banyak yang mungkar.







































DAFTAR PUSTAKA
PDF Kitab Shahih Bukhari Muslim 
PDF Muhammad Fu’ad Abdul Baqi. Al Lu’lu’ Wal Marjan. PT Bina Ilmu. Surabaya.
PDF Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Al-Ma’arif, Bandung, 1993.